Minggu, 14 Februari 2016

Krisis Tanah, Krisis Air, Krisis Tanah Air

Bertani, lahan tak tersedia; berharap banyak panen, air tidak ada; apakah masih bersisa kebanggaan atas Tanah(&)Air?


“Saya sering bertengkar dengan Istri Pak”, Ujar H. Hoer. “Kami menikmati hasil panen hanya selama sebelum musim tanam. Kebutuhan atas bibit dan pupuk, membawa kami kembali ke masalah kemiskinan”, ujarnya. H. Hoer adalah sosok yang mewakili banyak petani Indonesia. Banting tulang mengolah lahan, tapi sejahtera masih jauh dari harapan. Mereka sosok petani penggarap. Mereka lahir dan besar di tengah hamparan dan aroma lumpur sawah. Akan tetapi, selain pekerjaan petani, tidak ada lagi yang diwariskan kepada mereka. Termasuk lahan untuk pekerjaan yang mereka kuasai. Mereka tidak punya TANAH.

Tapi itu dulu, sebelum tahun 2009. Sebelum Dompet Dhuafa membantu kami. Kini enam tahun berjalan, perlahan kami memiliki lahan. Meskipun tidak seberapa luas, tapi lahan kami. Kami berjuang mendapatkannya.” Ujar H. Hoer sambil tersenyum. Beliau kini menjadi Ketua Koperasi Kelompok Tani Al-Ikhwan. Kelompok ini dulunya hanya 50 orang. Tapi kini semakin banyak petani yang mendaftar untuk bergabung. Tidak kurang dari 200 orang petani berkumpul hari itu. Mereka menghitung sisa hasil usaha (SHU) koperasi mereka. Tercatat mereka memiliki sekitar 10 juta rupiah untuk dibagi bersama. Mereka memiliki harapan, meskipun belum seberapa. “ini hasil panen kami 6 bulan. Sekiranya kami punya air yang cukup, hasilnya akan penuh untuk satu tahun”, Ujar H. Hoer. “Air jauh Pak, sekitar tiga kilo meter dari sini. Kami memanfaatkan hujan sebagai rezki utama bertani. Kami sudah ajukan kepada pemerintah, tapi sepertinya kami harus menunggu lebih lama. Setengah tahun kami bahagia. Setengah tahun kami krisis air. Memang disayangkan, tapi itulah situasi yang harus kami siasati. Kami tidak punya AIR.


Hamparan padi luas mudah kita temukan di Desa Sukaharja, Kecamatan Cibeber, Cianjur. Di daerah itulah Kelompok Tani Al-Ikhwan dan petani yang lain berjuang. Sebagai lumbung padi Nasional, kebanggaan Propinsi dan Kabupaten, dan harapan seluruh masyarakat Indonesia atas makanan pokok Negara, realita petani tidak seindah bentang hijau persawahan. Di balik hijau padi itu, tidak habis-habis keringat dan air mata petani tertumpah. Lahan terbatas, dikuasi pemodal besar; pupuk dan bibit yang harganya menghabiskan hasil panen; keterampilan teknis dan teknologi pendukung yang sangat terbatas dan mahal; serta pasar dengan karakternya yang tidak memihak kepada mereka.

Masih jauh perjuangan petani menggapi harapan mereka. Gambaran leluhur yang mandiri, yang memikat mereka untuk mewarisi kearifan leluhur, tidak mampu dipertahankan untuk diwarikan kepada anak dan cucu. Sawah menyisahkan tidak banyak wajah muda. Anak-anak mereka menerima Krisis Tanah untuk lahan dan Krisis Air untuk hasil panen, sebagai masalah orang tua sepanjang usia tumbuh mereka. Anak-anak ini kehabisan waktu untuk bersabar. Mereka memilih cara instant untuk bertahan. Menjadi buruh pabrik, penjaga toko, atau pengojek lebih terlihat hasilnya. Meskipun mereka harus bekerja untuk orang lain. Mereka mungkin tidak tahu, bagaimana rasanya memiliki Tanah Air. Lama kelamaan, ketika tidak terasa lagi manfaat tanah dan air, maka kita harus bersiap menjelang era Krisis Tanah Air.

Membantu petani tidak sekedar menyelesaikan masalah sawah. Lebih jauh lagi, tugas bersama kita semua, membantu mereka menemukan kebanggaan atas Tanah Air. Mengembalikan harapan mereka karena memiliki bangsa dan Negara. Dan Zakat sangat bisa untuk hal tersebut. Allahu ‘alam.

Senin, 02 September 2013

Mesir, Saudara Muda Indonesia


Saya berkeringat ditengah kota Cairo, di dalam sebuah Sedan produki Prancis dengan pengaturan AC dingin Maksimal, 4 level. Siang hari pertengahan juli sampai agustus adalah puncak musim panas di Mesir. Suhu berkisar 46 sampai 49 derajat Celcius. Jangan berfikir utk membuka jendela dan berharap angin bertiup menyejukkan. Bisa-bisa kulit wajah akan terkelupas terpapar suhu panas yang menyengat. Terik matahari, suhu panas, dan debu gurun, adalah kombinasi yang membuat setiap orang enggan berada di jalan-jalan Mesir siang hari. Pengalaman itu saya rasakan pada 2011 lalu. Saya yakin, bahwa iklim khas panas Mesir tidak akan berubah setiap tahun.

Periode yang sama di musim panas tahun ini, Mesir bergejolak. Saya membaca berita dan mendapatkan foto dan video aksi damai masyarakat menolak kudeta militer. Saat itu jelang ramadhan, dan itu bulan juli. Tubuh saya bergetar. Memori tentang suhu terik siang Mesir yang menyengat dan membakar muncul dibenak saya. Sulit bagi saya membayangkan jutaan manusia keluar dari apartement mereka yang berAC dan berkumpul ditempat terbuka, terpapar suhu panas iklim gurun. Namun kenyataan mereka berkumpul. Hal tersebut menyadarkan saya, tuntutan mereka pasti lebih besar nilainya dibanding panas gurun yang mereka hindari.

Mesir adalah jejak tua peradaban manusia. Dalam kitab suci agama samawi diberitakan, Mesir mencatat sejarah manusia-manusia rujukan kehidupan. Baik yang mewakili kesuksesan maupun yang mewakili kegagalan hakiki. Ada Nabi Allah Musa dan Harun radiallahu ‘anhuma, serta Fir’aun, Haman, dan Qorun musuh-musuh Allah. Kedua kelompok ini memiliki militansi yang sama kuatnya. Mereka berdiri, berhadap-hadapan dengan semua keyakinannya atas nilai. Dan kita belajar dari mereka kesudahannya. Hari ini, semua perkembangan Mesir hanyalah perulangan sejarah pertarungan tersebut. Lengkap dengan karakteristiknya ‘Penguasa Vs Rakyat’.

Mesir adalah lokasi sentral isu kemanusiaan. Dalam sejarahnya yang panjang, Mesir adalah negara penting dalam dinamika kemerdekaan Palestina dari penjajahan zionist. Lewat Mesir kita bisa mengakses gerbang Jalur Gaza, wilayah Palestina yang merdeka. Dari Mesir juga kontrol pergerakan isu kemanusiaan mengalir ke Jordania, mensasar wilayah tepi Barat dan Yerussalem. Maka ketika hari ini tragedi kemanusiaan justru terjadi di Mesir, dapat dipastikan mereka memiliki ketangguhan yang hebat. Puluhan tahun masyarakat Mesir mendidik diri mereka dalam kesiagaan membantu Palestina. Mereka sukses untuk itu. Apalagi jika mereka yang harus menolong jiwa dan kehormatan diri sendiri. Saya rasa masyarakat Mesir akan sangat tangguh menjalaninya.

Tragedi kemanusiaan di Mesir saat ini sangat luar biasa. Bukan saja korban yang ditimbulkan berdasarkan rentang waktu konflik yang berlangsung sangat besar, melainkan juga kebiadaban yang digunakan oleh pemerintah kudeta, pasukan militer Mesir. Bahkan dibandingkan tragedi kemanusiaan di Myanmar, Mesir masih jauh lebih berat. Apa penilaian kita untuk orang-orang yang menggunakan mesin perang menghadapi aksi damai masyarakat, Membidik setiap jurnalist media yang ada di lapangan, dan menciptakan teror dengan penyusupan ke kerumunan massa lalu membunuh jiwa yang menunutut hak demokrasinya. Hanya di Mesir terjadi pembakaran tempat ibadah, pembunuhan manusia, dan penyerangan terhadap rumah sakit serta pasien, semua hal yang dilindungi dalam semua konvensi kemanusiaam yang ditetapkan dunia internasional.

Saya bersyukur militer Indonesia pernah punya kesempatan yang sama dengan Mesir, namun tidak mewarisi genetis Fir’aun yang diwariskan ke para Penguasa dan tentara. Sehingga Indonesia tidak harus memikirkan bagaimana membilas sejarah darah manusia yang tumpah demi tegaknya sebuah entitas yang kita sebut negara. Apalagi membayangkan, bagaimana dari satu generasi mewariskan kisah tragis kepada generasi selanjutnya, agar setiap generasi baru memiliki kebanggaan kepada pemerintahnya yang barbar. Semoga Allah melindungi kita semua dari kemungkinan gugurnya jiwa anak bangsa atas alasan apapun.

Akhirnya saya ingin menyatakan bahwa saya menikmati masa-masa ketika saya di Mesir. Kita mungkin akan sangat sulit mendapatkan keramahan di lalulintas jalan rayanya. Tapi karakter dasar masyarakat mesir sebenarnya sangat ramah. Hati mereka mudah tersentuh kebenaran. Dan mereka sangat senang menolong orang lain. Jangan sungkan bertanya alamat jika ragu, sebab orang Mesir akan menghampiri anda dari duduk santai mereka, meletakkan koran yang dibacanya, atau menghentikan obrolan mereka, memastikan anda tidak tersesat, meskipun anda bertanya dari dalam mobil dengan mesin hidup dan kendaraan yang tidak menepi. Hal yang sangat tidak sopan menurut ukuran Indonesia

Selain itu, saya menikmati Mesir dengan sajian jus mangganya,Sebab sambil menyajikan minuman tersebut, pelayan Mesir—yang mengetahui saya dari Indonesia—akan menceritakan kisah bagaimana pertama kali mereka mendapatkan bibit mangga dari Indonesia. Mereka akan menyebutkan satu nama yang dikenal para tetua diseluruh pelosok negeri Mesir. Bahwa mereka saudara muda Soekarno, Saudara muda Indonesia. Makanya kita wajib membantu Mesir!

Selasa, 23 Juli 2013

The Philanthropist Lifestyle

kekayaan bukan lagi seberapa banyak harta yang berhasil dikumpulkan, melainkan seberapa banyak harta yang berhasil dibagikan

Kelak Bill Gates adalah orang yang paling dekat shafnya dengan Sahabat Rasulullah Usman Bin Affan r.a., jika sekiranya dia bersyahadat. Manusia hari ini yang mungkin paling mirip karakternya dengan sahabat Rasulullah tsb adalah Bill Gates.

Sampai tahun 2007, total sumbangan mencapai USD 28 miliar telah digelontorkan Bill & Melinda Gates Foundation. Sepanjang sejarahnya, Bill & Melinda Gates Foundation menyumbangkan banyak uang pada berbagai lembaga kemanusiaan. Salah satunya adalah The Global Alliance for Vaccines and Immunization. Lembaga ini punya misi mengimunisasi sebanyak mungkin anak di negara miskin seperti Bangladesh, Ethiopia, Ghana, Haiti dan sebagainya. Total dana yang diterima adalah USD 1,5 miliar.

Yayasan juga menyumbangkan uang senilai USD 1,3 miliar pada United Negro College Fund. Ini adalah organisasi yang memberikan beasiswa bagi kaum minoritas di Amerika Serikat. Sumbangan senilai USD 456 juta juga diberikan pada Alliance for a Green Revolution in Africa (AGRA) di Afrika. Organisasi ini berupaya meningkatkan kesejahteraan para petani Afrika dengan meningkatkan kondisi benih dan tanah. Masih banyak lembaga lain yang kecipratan uang dari yayasan Bill Gates. Bill Gates sendiri dilaporkan telah memberikan persentase besar dari hartanya untuk aktivitas filantropi, ditaksir sebesar 48%. Dia bergabung dengan dermawan kaya lainnya yang juga punya jejak sama, seperti Andrew Carnegie, Warren Buffet dan John D. Rockefeller.

Kedermawanan Bill Gates, adalah warisan gaya hidup produktif yang dipentaskan oleh sedikit orang sejak zaman Rasulullah SAW. Salah satunya adalah sahabat utama Rasulullullah SAW, Usman bin Affan r.a. Pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., kaum Muslimin dilanda paceklik yang dahsyat. Mereka mendatangi khalifah Abu Bakar seraya berkata, "Wahai.. khalifah Abu Bakar..! Langit tidak menurunkan hujan dan bumi kering tidak menumbuhkan tanaman, dan orang-orang meramalkan bakal terjadi bencana besar, maka apa yang harus kita lakukan..?" Abu Bakar menjawab, "Pergilah dan bersabarlah... Aku berharap sebelum tiba malam hari Allah akan meringankan kesulitan kalian."

Maka pada sore hari itu juga Usman bin Affan r.a. membagi-bagikan muatan kafilah yang baru datang dari Syam berupa seribu unta yang mengangkat gandum, minyak dan kismis tadi kepada fakir miskin. Mereka semuanya mendapat bagian yang cukup untuk kebutuhan keluarganya masing-masing dalam jangka waktu yang lama.

Kedermawanan saat ini tidak lagi sekedar kebaikan. Perlahan ia menjadi lifestyle yang meluas di kalangan orang2 yang diberikan kelimpahan rezki dan kekayaan. Saat ini, orang-orang kaya dunia berlomba membuat yayasan sosial. Bagi mereka, kekayaan bukan lagi seberapa banyak harta yang berhasil dikumpulkan, melainkan seberapa banyak harta yang berhasil dibagikan. Ukuran kekayaan mereka bukanlah nilai yang dikonsumsi, melainkan nilai yang dimanfaatkan oleh sesama. Kaya menjadi berkembang nilai manfaatnya dari kebahagiaan sendiri menjadi kebahagiaan bersama. Bill Gates, Andrew Carnegie, Warren Buffet dan John D. Rockefeller adalah beberapa diantara nama-nama yang mempeloporinya.

Di Indonesia, gejala kedermawanan menjadi lifestyle juga sangat nyata terlihat. Semakin professionalnya lembaga-lembaga sosial kemanusiaan termasuk lembaga Amil Zakat seperti Dompet Dhuafa dan LAZ yang lain, menjadi salah satu indicator yg mudah diukur. Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan jumlah donasi dan donatur yang bergabung dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaan. Selain itu, tumbuh gerakan-gerakan berbagi dalam komunitas masyarakat, misalnya komunitas Tangan Di Atas (TDA), kelompok Sedekah Rombongan, Training Sedekah Brutal ala Ippo Santoso, sampai yang melekat pada personal seperti Ust Yusuf Mansur yang menggerakkan kedermawanan dalam masyarakat. Ini semua menguatkan prinsip baru dalam mengelola harta, bahwa orientasi menggunakannya bukan utk dikumpulkan, melainkan utk dibagikan bagi yang kekurangan.

Kedepan, aktifitas kedermawanan tersebut akan semakin menguat dan menjangkau lapisan masyarakat yang sangat luas. Bahkan sangat mungkin, jika melihat kecenderungan seragam orang-orang kaya dunia maupun Indonesia, serta komunitas-komunitas masyarakat untuk berbagi, kedermawanan akan menjadi lifestyle baru yang bergengsi. Mereka menamakan dirinya the philanthropist. So… siapkan diri anda, jangan tunggu kekayaan menumpuk, segeralah bergabung dalam the philanthropist. Berbagi untuk sesama, menerbikan senyum di banyak wajah, dan menikmati kebagiaan bersama-sama.