Kami kecewa dengan cara kelola Bangsa ini, namun kami tidak menyerah. Kami adalah komunitas baru, berusaha berbuat, berkontribusi, dan berkarya. Dengan cara kami sendiri kami akan melawan, demikian aksi kami, karena kami adalah KOMUNITAS PERLAWANAN
Sabtu, 15 Desember 2012
Mesir dan Opini Referendum
#Bersama peserta aksi
Jelang subuh, sy menjejak dinginnya Cairo, Mesir. Udara yang sudah memasuki musim dinginnya, akan semakin rendah. 12 Derajat, belum terlalu dingin, namun terlalu rendah untuk ukuran kita di Indonesia. Dan, karena proses imigrasi tidak berjalan normal, maka dingin yang lain menjalari benak saya, berharap dengan sedikit gelisah. Hafizh, orang Mesir asli, tim KBRI yang menjemput kami, terlihat sedang ngobrol serius dengan beberapa petugas emigrasi, kemudian menghilang ke dalam ruang tertutup.
Perlu sekitar 30 menit, saat itu antrian emigrasi sesama penumpang Ettihad sudah habis. Hafizh keluar dari ruangan sambil melambai ke kami, Saya dan Faris. Dia menjelaskan bahwa visa kami sebenarnya belum keluar. Sticker kuning yang kami terima lewal email yang dikirimkan tim dari Mesir, hanya nomor registrasi calling visa. Semetara Visanya baru akan berlaku sepekan kemudian. Namun, Alhamdulillah, Allah memudahkan kami. Semua berjalan lancar. Kami menyalami tangan Hafizh sembari memuji usahanya—hal yang disenangi orang Arab.
Mas Suhartono dan Uda Anton, dua mahasiswa Al-Azhar dari Indonesia, menunggu kami di luar bandara. Menjelaskan sedikit situasi Mesir. Lalu mengiringi kami meninggalkan bandara. Kendaraan minimbus putih menjadi tunggangannya. “Hari ini adalah hari terakhir sebelum referendum pemerintah”, ujar Mas Tono, demikian kami memanggilnya. “Besok adalah masa penentuan yang penting bagi Mesir sebagai sebuah Negara. Akan stabil, atau terjebak dalam politik ketidakpastian” jelasnya. Saya menyimak sambil mengamati suasana kota yang lengang.
Mesir jelang terbit matahari tidak berbeda seperti 2 tahun lalu, saat saya pertama kali menjejaknya. Biasanya orang masih terlelap. Geliat kehidupan baru mulai jam 8, perlu sejam lagi setelahnya baru muncul keramaian. Padahal saat ini saya hadir di awal musim dingin. Sangat kontras dibanding kedatangan pertama. Saat itu puncak musim panas Cairo. Suhu rata-rata 49 Derajat. Tapi ternyata suasana paginya tidak berbeda.
Saya berangkat ke Mesir dengan bekal informasi media massa. Kerusuhan di Tahrir antara pemerintah dengan kelompok oposisi memberikan gambaran yang menegangkan. Dekrit dan referendum adalah tema mendasar bagi sebuah Negara. Benak saya kembali ke Indonesia era reformasi ’98. Namun kenyataan berbeda.
#Mesjid Rabiah Al Adawiyah lokasi aksi
Jum’at adalah hari libur umum di Mesir. Seperti Ahad di Indonesia. Saya memilih mesjid Rabi’ah al-Adawiyah sebagai tempat jum’atan. Selain dekat pusat kota, juga karena kabarnya menjadi tempat aksi dukungan terhadap referendum dan presiden Mursi. Dari penginapan ke Mesjid sekitar 20 menit dengan mobil. Sepanjang perjalanan situasi tampak normal. Bayangan tentang Mesir dari media tidak berbekas sedikitpun. Toko-toko buka, kendaraan padat, dan orang-orang tetap beraktifitas seperti biasa. Jadi aneh dengan ulasan media, baik terbitan Indonesia maupun beberapa chanel asing. Pasti ada konspirasi, saya menyimpulkan.
Jum’atan sangat padat. Mesjid besar tersebut meluap. Bangunan besar untuk sekolah di sampingnya pun meluap. Saya kebagian di pelataran. Saya bergetar. Orang-orang sangat ramah. Saya bahkan ditawarkan sajadah. Beberapa yang lain membagikan Koran dan alas bagi yang tidak punya. Khotib mengulas tema beramal kebaikan untuk diri dan bangsa. Meskipun tidak paham penuh bahasa arab, namun ayat-ayat yang disitir sangat familiar dan sering dibahas. Mencolok dan menonjolkan pentingnya berpartisipasi bagi kemanjuan Mesir. Do’anya agar Allah tidak membutakan hati setelah diberi petunjuk.
Setelah selesai ada yang iqomat lagi. Rupanya inilah jawaban kepadatan. Jama’ah jamak takdim. Mereka sangat banyak, “dari daerah-daerah dan akan aksi untuk mendukung referendum”, ujar Mas Tono menjelaskan. Singkatnya aksi pun dimulai dan berlangsung dengan semarak dan damai. Nikmati foto-fotonya saja y… hehe
#Anak-anak pun ikut aksi yang aman dan damai
#Seperti aksi di Monas, pedagang g mau kalah hehe
#Udara dingin hilang dengan Ubi cilembu, eh ci...Cairo
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Wah udah sampe Mesir ajj neh Pak GM... Mabrukk untuk ke sekian kalinya melintasi Mesir.
BalasHapusBtw, opini dan konspirasi via media massa memang bgtu... memutar-balikkan fakta.