Nashr City, hanyalah wilayah pinggiran di Cairo. Namun, sempatkanlah ke wilayah ini, terutama di hari Jum’at. Bukan karena ada mesjid besar untuk shalat jama’ah, melainkan karena dihari libur resmi Mesir ini, masyarakat menggelar pasar mobil, mereka menamakannya Suq sayarat.
Sebagaimana pasar kaget yang banyak kita jumpai di Indonesia, demikian juga adanya dengan pasar mobil ini. Jalan utama kawasan Nashr City disulap menjadi ‘pasar’. Ribuan mobil berderet di kedua jalur jalan. Ada yang sangat bagus, ada juga yang sangat ‘jadul’. Orang pun ramai mengerubungi mobil target mereka. Para pedagang juga terlihat bersahut-sahutan menawarkan dagangannya. Riuh dan bersemangat menurut saya. Efeknya pun sama, di Indonesia saja, pasar kaget atau pasar tumpah, yang barang jualanya kecil-kecil sudah menyebabkan macet dan tersendat. Nah silahkan bayangkan kalau jualannya adalah mobil… dan jumlahnya taksiran saya tidak kurang dari 500 mobil. Maka mobil yang dijual, bertemu dengan mobil para pembeli dan mobil yang sekedar lewat, serta angkutan bis dan taxi… hasilnya ‘mantap Mas’, kata Anton, tim pendamping kami di Mesir.
Banyak mobil dan besar keperluan untuk mobil di Mesir. Namun pun demikian, saya rasa orang mesir tidak memerlukan asuransi dan cuci mobil untuk perawatan mobil mereka. Jika kita perhatikan betapa orang Indonesia merawat mobil mereka dengan sepenuh hati, maka orang mesir menggunakanya seperti kita menggunakan bom-bom car. Sebagai alat kerja, alat angkut, dan sekedar hobi saja. Pemandangan yang lazim dari mobil di Mesir adalah kumuh, terbungkus debu, dan penyok serta gores dimana-mana. Akan sangat sulit menemukan mobil mengkilap dan mulus beredar di Mesir. Ini sepertinya punya korelasi yang kuat dengan habit penggunaan air, serta karakter para sopir di Mesir.
Jika anda berada di jalanan di Mesir, kuatkan jiwa anda, terutama ketika menghampiri putaran, perempatan, tikungan, dan perlintasan. Anda akan merasakan seolah-olah semua driver lupa bahwa mobil mereka punya rem. Semuanya ngebut dan tidak mau mengalah, baik laki-laki maupun perempuan. Pemandangan nyaris ‘bersentuhan’ disertai bunyi derit rem para mobil, menjadi terlalu sering. Cekcok dan marah-marah ala Mesir menjadi sangat biasa. Ala mesir karena mereka saling berteriak dengan suara keras, mengangkat-angkat tangannya seperti sedang berdoa sambil memasang wajah keras. Rasanya kalau di Indonesia sudah akan berantem, namun di Mesir, akhir dari drama itu adalah kembali ke belakang setir, dan berlalu seperti tidak terjadi apa-apa. Dan kembali ngebut seperti sebelumnya.
Maka saya menyimpulkan, dibanding asuransi mobil, sepertinya masyarakat Mesir lebih memerlukan asuransi jantung. Mobil mereka penyok mereka bisa beli lagi di pasar mobil. Namun seharian di jalan, memungkinkan 3-4 kali bersitegang, dan mereka menggunakan mobil setiap hari, maka mungkin jantung mereka tidak akan lebih lama dari usia normal manusia. Pengennya mobilan, eh malah jantungan hehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar