Minggu, 23 Desember 2012

Rahim-Rahim Mujahid


Sepanjang jalan di Gaza siang hari, ramai pelajar dan masyarakat beraktifitas. "Normal, jika tidak ada serangan Israel", ujar Ikhwan, relawan Indonesia di Gaza. Laki-laki maupun perempuan, tampak tenang melaksanakan dinamika mereka.

Beberapa mahasiswa akhwat menunggu kendaraan utk melintas jalan. Wajah mereka putih memerah, akibat dingin dan angin yg berhembus. Suhu saat ini 12 derajat Celsius dan akan terus turun. Kami bertanya kepada Brother Jomah tentang aktifitas akhwat di Gaza. Jomah, sambil menyetir mobil menjelaskan, "mereka merdeka. Mereka melaksanakan aktifitas dan pendidika dengan tenang".

Sambil bercanda Faris mengomentari, "Kok nanya2 ttg akhwat Gaza Mas?", "Kasihan Mas Ikhwan kataku, udah setahun di sini", ujarku. Kami semua tersenyum-senyum, bahkan brother Jomah kelihatan malu2.

Tidak lama kemudian, tampak konvoi mobil pengantin yg panjang. Lebih dari 20 mobil, dgn warna dan corak yg sama. Mereka mengisi satu jalur yang panjang. Oleh brother Jomah dijelaskan bahwa itu adalah iring-iringan pengantin. "Itu merupakan efek dari kemenangan sementara perang 8 hari. Nikah massal diselenggarakan antara Hamas dan Fatah", jelasnya. "Alhamdulillah", aku menimpali.

Pernikahan adalah kejadian biasa di Gaza. Berbeda dengan di Indonesia, pernikahan di Gaza tidak menunggu hari libur. Hampir tiap hari lazim dijumpai mobil-mobil dgn hiasan khusus penanda mobil pengantin. 3 hari pertama saya di Gaza, setiap hari bertemu dengan iringan mobil pengantin. Menarik memikirkannya, mengingat asosiasi pengantin adalah bertambahnya anak2. Hal yg selalu menjadi kebanggaan di Gaza ini.

Tema pernikahanpun menjadi pembahasan hangat kami. Menurut Brother Jomah, menikah di sini ada kekhasannya. Siapkan mahar 5000 USD. Setelah itu akad berlangsung. Namun ada waktu sampai pesta barulah resmi berpasangan sejati. Rentang akad sampai pesta bisa sebulan, bisa pula lebih. Walau ada juga yang lebih cepat. Rentang waktu antara akad dan walimah digunakan untuk saling kenal. Semacam ta'aruf jika di Indonesia. Boleh berpegangan dan berjalan bersama, tapi tidak boleh lebih dari itu. Selalu ada keluarga perempuan yang mengawasi. Dan jika merasa tidak cocok, talaq bisa dijatuhkan. Saat masing-masing masih sesuci sebelum akad.

Nahhh... Meskipun ada pro kontra mendiskusikannya, terutama karena kami semua orang Indonesia dan hanya 1 orang mewakili Gaza, namun kami memahaminya sebagai aturan budaya. Hal yang dibangun oleh proses panjang nilai2 masyarakat. Dan Gaza berlandaskan nilai Islam dan budaya kebaikan dari panjangnya kejayaan peradaban Salahuddin al-Ayyubi.

Namun Brother Jomah menjelaskan dengan sangat baik. "Perempuan kami shalihat. Lebih cantik dari pada perempuan Mesir", ujarnya meskipun Faris--mewakili orang Mesir-- tidak sepenuhnya setuju. "Mereka menjaga dirinya. Tidak satupun trend yang membuka aibnya. Mereka tidak terjebak mode negatif, tidak rusak oleh acara TV. Dan terpenting mereka menghafal al-Qur'an. Dan mereka melahirkan mujahid penghuni Surga. "Bagaimana mungkin hal semahal itu akan dihargai dengan nilai yang sedikit?" Jelas Brother Jomah.

Saya terdiam merenungkannya. Meskipun sulit menerima batasan pasca akad yang tidak 'normal', namun sebenarnya rasional. Perempuan Gaza adalah Rahim mujahid. Kandungan yang membesarkan dan mendidik penghuni surga. Diluar kehendak Allah, manalah mungkin masuk surga jiwa2 yg lahir dari rahim yang tidak terjaga. Membayangkan keberanian anak-anak Gaza, dan kejelasan cita-cita yg diajarkan kepada mereka, dan pemahaman mereka tentang al-Qur'an yg sempurna, sulit membayangkan dididik kecuali oleh perempuan yang sempurna, jasad-rahim maupun ruh-hatinya. Maka layaklah rahim-rahim penghuni surga itu ditempatkan mulia dan dalam kemuliaan.

Dalam rentang perang 8 hari, ada sekitar 18 anak-anak Gaza yang syahid. Namun Allah muliakan perempuan Gaza. Dalam rentang perang tersebut, 1200 anak-anak Gaza terlahir. Amunisi sejati mereka diberkahi Allah. Generasi pejuang mereka tidak sedikitpun terhenti. Jika ditanyakan kepada pasukan zionis tentang ketakutan mereka, jawabnya pasti anak-anak Gaza. Itulah mengapa, anak-anak menjadi salah satu target utama sasaran agresi militer mereka.

Semoga Allah menjaga perempuan Gaza. Memuliakan mereka dan menguatkannya. Senantiasa menjadikannya sumber semangat, sumber kekuatan, sumber pasukan dan sumber kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Dan tetap, sampai akhir Zaman, menjadi rahim2 mujahid. Meskipun Al-Quds telah terbebas, dan Palestina telah merdeka. Dan Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.

3 komentar:

  1. Amiin..

    tertarik buka cabang di gaza ustadz?

    :)

    BalasHapus
  2. Aamiin...

    Izin share ya Pak Bambang

    BalasHapus
  3. Aamiin, keberanian kita tidak ada apa-apanya dibanding dengan anak2 kelahiran Gaza. Cobaan kita belum berarti dibanding cobaan mereka. Apalagi pahala kita ya daeng?

    BalasHapus