Minggu, 23 Desember 2012

Rahim-Rahim Mujahid


Sepanjang jalan di Gaza siang hari, ramai pelajar dan masyarakat beraktifitas. "Normal, jika tidak ada serangan Israel", ujar Ikhwan, relawan Indonesia di Gaza. Laki-laki maupun perempuan, tampak tenang melaksanakan dinamika mereka.

Beberapa mahasiswa akhwat menunggu kendaraan utk melintas jalan. Wajah mereka putih memerah, akibat dingin dan angin yg berhembus. Suhu saat ini 12 derajat Celsius dan akan terus turun. Kami bertanya kepada Brother Jomah tentang aktifitas akhwat di Gaza. Jomah, sambil menyetir mobil menjelaskan, "mereka merdeka. Mereka melaksanakan aktifitas dan pendidika dengan tenang".

Sambil bercanda Faris mengomentari, "Kok nanya2 ttg akhwat Gaza Mas?", "Kasihan Mas Ikhwan kataku, udah setahun di sini", ujarku. Kami semua tersenyum-senyum, bahkan brother Jomah kelihatan malu2.

Tidak lama kemudian, tampak konvoi mobil pengantin yg panjang. Lebih dari 20 mobil, dgn warna dan corak yg sama. Mereka mengisi satu jalur yang panjang. Oleh brother Jomah dijelaskan bahwa itu adalah iring-iringan pengantin. "Itu merupakan efek dari kemenangan sementara perang 8 hari. Nikah massal diselenggarakan antara Hamas dan Fatah", jelasnya. "Alhamdulillah", aku menimpali.

Pernikahan adalah kejadian biasa di Gaza. Berbeda dengan di Indonesia, pernikahan di Gaza tidak menunggu hari libur. Hampir tiap hari lazim dijumpai mobil-mobil dgn hiasan khusus penanda mobil pengantin. 3 hari pertama saya di Gaza, setiap hari bertemu dengan iringan mobil pengantin. Menarik memikirkannya, mengingat asosiasi pengantin adalah bertambahnya anak2. Hal yg selalu menjadi kebanggaan di Gaza ini.

Tema pernikahanpun menjadi pembahasan hangat kami. Menurut Brother Jomah, menikah di sini ada kekhasannya. Siapkan mahar 5000 USD. Setelah itu akad berlangsung. Namun ada waktu sampai pesta barulah resmi berpasangan sejati. Rentang akad sampai pesta bisa sebulan, bisa pula lebih. Walau ada juga yang lebih cepat. Rentang waktu antara akad dan walimah digunakan untuk saling kenal. Semacam ta'aruf jika di Indonesia. Boleh berpegangan dan berjalan bersama, tapi tidak boleh lebih dari itu. Selalu ada keluarga perempuan yang mengawasi. Dan jika merasa tidak cocok, talaq bisa dijatuhkan. Saat masing-masing masih sesuci sebelum akad.

Nahhh... Meskipun ada pro kontra mendiskusikannya, terutama karena kami semua orang Indonesia dan hanya 1 orang mewakili Gaza, namun kami memahaminya sebagai aturan budaya. Hal yang dibangun oleh proses panjang nilai2 masyarakat. Dan Gaza berlandaskan nilai Islam dan budaya kebaikan dari panjangnya kejayaan peradaban Salahuddin al-Ayyubi.

Namun Brother Jomah menjelaskan dengan sangat baik. "Perempuan kami shalihat. Lebih cantik dari pada perempuan Mesir", ujarnya meskipun Faris--mewakili orang Mesir-- tidak sepenuhnya setuju. "Mereka menjaga dirinya. Tidak satupun trend yang membuka aibnya. Mereka tidak terjebak mode negatif, tidak rusak oleh acara TV. Dan terpenting mereka menghafal al-Qur'an. Dan mereka melahirkan mujahid penghuni Surga. "Bagaimana mungkin hal semahal itu akan dihargai dengan nilai yang sedikit?" Jelas Brother Jomah.

Saya terdiam merenungkannya. Meskipun sulit menerima batasan pasca akad yang tidak 'normal', namun sebenarnya rasional. Perempuan Gaza adalah Rahim mujahid. Kandungan yang membesarkan dan mendidik penghuni surga. Diluar kehendak Allah, manalah mungkin masuk surga jiwa2 yg lahir dari rahim yang tidak terjaga. Membayangkan keberanian anak-anak Gaza, dan kejelasan cita-cita yg diajarkan kepada mereka, dan pemahaman mereka tentang al-Qur'an yg sempurna, sulit membayangkan dididik kecuali oleh perempuan yang sempurna, jasad-rahim maupun ruh-hatinya. Maka layaklah rahim-rahim penghuni surga itu ditempatkan mulia dan dalam kemuliaan.

Dalam rentang perang 8 hari, ada sekitar 18 anak-anak Gaza yang syahid. Namun Allah muliakan perempuan Gaza. Dalam rentang perang tersebut, 1200 anak-anak Gaza terlahir. Amunisi sejati mereka diberkahi Allah. Generasi pejuang mereka tidak sedikitpun terhenti. Jika ditanyakan kepada pasukan zionis tentang ketakutan mereka, jawabnya pasti anak-anak Gaza. Itulah mengapa, anak-anak menjadi salah satu target utama sasaran agresi militer mereka.

Semoga Allah menjaga perempuan Gaza. Memuliakan mereka dan menguatkannya. Senantiasa menjadikannya sumber semangat, sumber kekuatan, sumber pasukan dan sumber kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Dan tetap, sampai akhir Zaman, menjadi rahim2 mujahid. Meskipun Al-Quds telah terbebas, dan Palestina telah merdeka. Dan Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.

Sabtu, 22 Desember 2012

8 Hari Bahagia Pejuang Gaza


Mobil Sedan Kia berwarna Ungu Muda hancur. Hanya bagian mesin depan yg utuh. Bodi utama mobil disatukan dengan keempat pintunya menggunakan kawat, demikian pula dengan serpihan2 bagian belakang mobil. Banyak dari bagiannya tampak sebagai lelehan besi panas yg mengering. Jika diperhatikan bentuk umum mobil tersebut, maka sangat jelas gambaran lubang besar di bagian tengah dan meluas. Demikian penampakan kendaraan komandan Izzuddin Al-Qossam, Ahmad Said Jabbari, yg oleh sahabat-sahabatnya di panggil Abu Muhammad.

As-Syahid di bom oleh Israel dengan menggunakan drone ketika dalam perjalanan, setelah bertemu dengan Raja Qatar di Gaza. Sebagaimana yang dirilis banyak media, bom jatuh tepat di bagian tengah mobil tersebut. Mengangkat derajat Sang komandan beserta satu orang pengawalnya. Bersanding di sisi Allah SWT.

Pasca serangan tersebut, seluruh kelompok perlawanan di Gaza bersatu. Brigade Saroya Al-Quds, Izzuddin al-Qossam, Brigade Al-Aqso, dan Brigade Abu Ali Mustofa untuk saling mendukung. Mereka menggelar kekuatan di bawah koordinasi Al-Qossam, melakukan balasan yang memaksa Israel untuk meresponya dengan operasi militer.

Pemerintah Israel menciptakan opini seolah perang ada dalam skenario mereka di Gaza. Sesungguhnya mereka dipaksa untuk merespon pejuang Gaza yang marah. Netanyahu mendesak parlemennya untuk meluluskan anggaran perang. Hasilnya tidak bulat, sebagain setuju ada yang keberatan.

Di lapangan, selama puluhan tahun ke belakang, Israel merasa jumawa dengan opini kekuatan meiliternya yang dibanggakan. Setiap kali berhasil mensyahidkan satu pejuang Hamas, atau merusak wilayah Gaza dgn bom Drone, direspon dengan rudal made in lokal yg 'lemah'. Ini membuat Israel salah menilai kekuatan pejuang Gaza, sekaligus menampakkan kecerdasan para pejaung Gaza menyimpan kekuatan mereka. Dengan analisa salah inilah Israel berani menggelar operasi militer ke wilayah Gaza.

Hasilnya mengejutkan. Petang sebelum magrib di hari kedua agresi Israel, di banyak media di Gaza, pasukan Hamas mengumumkan berita gembira, "wahai Gaza, akan ada berita gembira sejam lagi, tunggulah", demikian dituturkan Husein, pelajar Indonesia yang kuliah di Fakultas Syariah Universitas Gaza. Sejam kemudian, Chanel 2 dan Chanel 9 TV Israel mengabarkan kepanikan Tel Aviv akibat rudal M75 menghancurkan salah satu sudut kota dan menewaskan belasan orang, termasuk tentara Israel. Jauh lebih banyak dari 3 org sebagaimana dirilis media-media di Indonesia.

"Dan suasana seperti ini sering di lakukan pasukan Hamas", ujar Husein. "Mereka cerdas, membangun psikologi pemenang utk masyarakat Gaza". Beberapa kali setelah itu, kabar-kabar gembira di sampaikan. Kejatuhan Apache di daerah Khan yeunis, lumpuhnya kapal perang Israel di perairan, jatuhnya dua buah F16 Israel, meningkatkan moral pejuang Gaza dan masyarakat. Apalagi kemenangan tersebut diperoleh dari kekuatan persenjataan yang digalang sendiri oleh pejuang Gaza. Roket M75 menjadi brand produk paling populer di Palestin, bukan hanya untuk perang, tapi namanya menjadi merk minyak wangi yang digandrungi sampai ke tepi barat dan Jerussalem.

Keberhasilan M75 mancapai tel Aviv, diduga menjadi pertimbangan serius yang memaksa Netanyahu memutuskan menerima gagasan gencatan senjata dari Presiden Mesir, Muhammad Mursi. Salah satu pejabat Israel bahkan memberikan ulasan bahwa Hamas memiliki tidak kurang dari 10 ribu roket. Dan 30% diantaranya adalah roket jarak jauh. Dalam 8 hari pertempuran, Hamas mengirimkan tidak kurang dari 1000 roket, dan masih memiliki ribuan roket yg mengancam Tel Aviv.

Setelah keberhasilan M75 menjangkau ibu kota Israel, sekitar 1500 orang Israel menyembunyikan diri ke bunker bawah tanah di kota tersebut. Sangat kontras dengan anak2 di Gaza. Mereka tetap menikmati bermain bola di tengah hujan bom pasukan udara Israel. Menurut penuturan Nur Ikhwani Relawan Indonesia yang sudah setahun di Gaza, anak-anak tersebut bahkan berlarian keluar, ingin melihat jet tempur F16 Israel, saat orang2 dewasa mendesak mereka untuk masuk dan bersembunyi. "Anak-anak kami pemberani. Kami kehilangan 16 anak yg di bom Israel saat mereka tetap menikmati permainan bola mereka," ujar Jomah An Najar, salah satu pejuang Gaza. "Israel frustasi. Mereka tidak tahu mana lagi sasaran Drone dan Jet tempur mereka. Mereka kehilangan jejak lokasi-lokasi pejuang al-Qossam. Maka anak-anak di lapangan terbuka pun di bom", jelas Jomah.

8 hari pertempuran di Gaza, memberikan efek yang berbeda. Ribuan keluarga Yahudi di Israel meminta proses evakuasi ke Jordan dipercepat. Sementara di Gaza, para pejuang membanggakan masyarakat dan teman mereka yg syahid. Kepercayaan diri yang tinggi akan kemampuan kekuatan militer mereka, membuat masyarakat dan pejuang Gaza gembira menyambut kesempatan syahid. Foto-foto As-Syahid di pajang di jalan-jalan, persis seperti pilkada di Indonesia. Seperti pesta di Gaza, 8 hari pertempuran adalah 8 hari berbahagia.

Senin, 17 Desember 2012

HITAM - PUTIH


Hitam putih adalah kata, kalimat, dan sekaligus ungkapan. Ia mewakili makna yang berlawanan, namun juga menggambarkan kontras yang saling mengisi. Padanya terhimpun sejarah, karena selalu dianggap awal dari sesuatu yang berwarna. Ia adalah matang, senior, pendahulu, dan mewakili itu semua adalah monument.

Hitam putih dianggap sederhana, padahal dia menceritakan lebih banyak hal. Makanya hitam putih selalu menjadi symbol, sebab ia hidup lebih lama dari apapun yang berwarna. Semakin anda memandangnya semakin banyak hal yang diceritakannya.

Hitam putih adalah pilihan. Melambangkan keyakinan akan nilai. Dianggap sebagai kesimpulan, karena dalam seluruh berkas warna, pada kedua ujung gradasi, akan bermuara hanya kepadanya. Makanya hitam putih selalu identik dengan nilai tertinggi kepahlawanan. Simbol kemenangan atas pilihan terakhir sebuah prinsip. Sebuah sumpah pamuncak. Baik itu hitam… maupun itu putih!

Hitam putih juga adalah seni. Ia yang menyederhanakan warna warni. Menyimpan ragam warna tersebut di baliknya. Membuatnya menjadi anggun, berkelas, dan mahal. Karena darinya, kita diajak mengembangkan imajinasi warna sebebas-bebasnya, sebanyak-banyaknya, seluas-luasnya, namun akan selalu cukup untuk menjadi ruang menyimpan imajinasi tersebut. Maka menjadi hitam putih, adalah menjadi cukup untuk seluruh dinamika kehidupan kita.

Hitam putih, setelah seluruh penjelasan dimensinya, adalah pilihan kematangan orang-orang juara!!!

Sabtu, 15 Desember 2012

Mesir dan Opini Referendum

#Bersama peserta aksi

Jelang subuh, sy menjejak dinginnya Cairo, Mesir. Udara yang sudah memasuki musim dinginnya, akan semakin rendah. 12 Derajat, belum terlalu dingin, namun terlalu rendah untuk ukuran kita di Indonesia. Dan, karena proses imigrasi tidak berjalan normal, maka dingin yang lain menjalari benak saya, berharap dengan sedikit gelisah. Hafizh, orang Mesir asli, tim KBRI yang menjemput kami, terlihat sedang ngobrol serius dengan beberapa petugas emigrasi, kemudian menghilang ke dalam ruang tertutup.

Perlu sekitar 30 menit, saat itu antrian emigrasi sesama penumpang Ettihad sudah habis. Hafizh keluar dari ruangan sambil melambai ke kami, Saya dan Faris. Dia menjelaskan bahwa visa kami sebenarnya belum keluar. Sticker kuning yang kami terima lewal email yang dikirimkan tim dari Mesir, hanya nomor registrasi calling visa. Semetara Visanya baru akan berlaku sepekan kemudian. Namun, Alhamdulillah, Allah memudahkan kami. Semua berjalan lancar. Kami menyalami tangan Hafizh sembari memuji usahanya—hal yang disenangi orang Arab.

Mas Suhartono dan Uda Anton, dua mahasiswa Al-Azhar dari Indonesia, menunggu kami di luar bandara. Menjelaskan sedikit situasi Mesir. Lalu mengiringi kami meninggalkan bandara. Kendaraan minimbus putih menjadi tunggangannya. “Hari ini adalah hari terakhir sebelum referendum pemerintah”, ujar Mas Tono, demikian kami memanggilnya. “Besok adalah masa penentuan yang penting bagi Mesir sebagai sebuah Negara. Akan stabil, atau terjebak dalam politik ketidakpastian” jelasnya. Saya menyimak sambil mengamati suasana kota yang lengang.

Mesir jelang terbit matahari tidak berbeda seperti 2 tahun lalu, saat saya pertama kali menjejaknya. Biasanya orang masih terlelap. Geliat kehidupan baru mulai jam 8, perlu sejam lagi setelahnya baru muncul keramaian. Padahal saat ini saya hadir di awal musim dingin. Sangat kontras dibanding kedatangan pertama. Saat itu puncak musim panas Cairo. Suhu rata-rata 49 Derajat. Tapi ternyata suasana paginya tidak berbeda.

Saya berangkat ke Mesir dengan bekal informasi media massa. Kerusuhan di Tahrir antara pemerintah dengan kelompok oposisi memberikan gambaran yang menegangkan. Dekrit dan referendum adalah tema mendasar bagi sebuah Negara. Benak saya kembali ke Indonesia era reformasi ’98. Namun kenyataan berbeda.
#Mesjid Rabiah Al Adawiyah lokasi aksi

Jum’at adalah hari libur umum di Mesir. Seperti Ahad di Indonesia. Saya memilih mesjid Rabi’ah al-Adawiyah sebagai tempat jum’atan. Selain dekat pusat kota, juga karena kabarnya menjadi tempat aksi dukungan terhadap referendum dan presiden Mursi. Dari penginapan ke Mesjid sekitar 20 menit dengan mobil. Sepanjang perjalanan situasi tampak normal. Bayangan tentang Mesir dari media tidak berbekas sedikitpun. Toko-toko buka, kendaraan padat, dan orang-orang tetap beraktifitas seperti biasa. Jadi aneh dengan ulasan media, baik terbitan Indonesia maupun beberapa chanel asing. Pasti ada konspirasi, saya menyimpulkan.

Jum’atan sangat padat. Mesjid besar tersebut meluap. Bangunan besar untuk sekolah di sampingnya pun meluap. Saya kebagian di pelataran. Saya bergetar. Orang-orang sangat ramah. Saya bahkan ditawarkan sajadah. Beberapa yang lain membagikan Koran dan alas bagi yang tidak punya. Khotib mengulas tema beramal kebaikan untuk diri dan bangsa. Meskipun tidak paham penuh bahasa arab, namun ayat-ayat yang disitir sangat familiar dan sering dibahas. Mencolok dan menonjolkan pentingnya berpartisipasi bagi kemanjuan Mesir. Do’anya agar Allah tidak membutakan hati setelah diberi petunjuk.

Setelah selesai ada yang iqomat lagi. Rupanya inilah jawaban kepadatan. Jama’ah jamak takdim. Mereka sangat banyak, “dari daerah-daerah dan akan aksi untuk mendukung referendum”, ujar Mas Tono menjelaskan. Singkatnya aksi pun dimulai dan berlangsung dengan semarak dan damai. Nikmati foto-fotonya saja y… hehe
#Anak-anak pun ikut aksi yang aman dan damai
#Seperti aksi di Monas, pedagang g mau kalah hehe
#Udara dingin hilang dengan Ubi cilembu, eh ci...Cairo

Jumat, 14 Desember 2012

Pasar Mobil Mesir


Nashr City, hanyalah wilayah pinggiran di Cairo. Namun, sempatkanlah ke wilayah ini, terutama di hari Jum’at. Bukan karena ada mesjid besar untuk shalat jama’ah, melainkan karena dihari libur resmi Mesir ini, masyarakat menggelar pasar mobil, mereka menamakannya Suq sayarat.

Sebagaimana pasar kaget yang banyak kita jumpai di Indonesia, demikian juga adanya dengan pasar mobil ini. Jalan utama kawasan Nashr City disulap menjadi ‘pasar’. Ribuan mobil berderet di kedua jalur jalan. Ada yang sangat bagus, ada juga yang sangat ‘jadul’. Orang pun ramai mengerubungi mobil target mereka. Para pedagang juga terlihat bersahut-sahutan menawarkan dagangannya. Riuh dan bersemangat menurut saya. Efeknya pun sama, di Indonesia saja, pasar kaget atau pasar tumpah, yang barang jualanya kecil-kecil sudah menyebabkan macet dan tersendat. Nah silahkan bayangkan kalau jualannya adalah mobil… dan jumlahnya taksiran saya tidak kurang dari 500 mobil. Maka mobil yang dijual, bertemu dengan mobil para pembeli dan mobil yang sekedar lewat, serta angkutan bis dan taxi… hasilnya ‘mantap Mas’, kata Anton, tim pendamping kami di Mesir.

Banyak mobil dan besar keperluan untuk mobil di Mesir. Namun pun demikian, saya rasa orang mesir tidak memerlukan asuransi dan cuci mobil untuk perawatan mobil mereka. Jika kita perhatikan betapa orang Indonesia merawat mobil mereka dengan sepenuh hati, maka orang mesir menggunakanya seperti kita menggunakan bom-bom car. Sebagai alat kerja, alat angkut, dan sekedar hobi saja. Pemandangan yang lazim dari mobil di Mesir adalah kumuh, terbungkus debu, dan penyok serta gores dimana-mana. Akan sangat sulit menemukan mobil mengkilap dan mulus beredar di Mesir. Ini sepertinya punya korelasi yang kuat dengan habit penggunaan air, serta karakter para sopir di Mesir.

Jika anda berada di jalanan di Mesir, kuatkan jiwa anda, terutama ketika menghampiri putaran, perempatan, tikungan, dan perlintasan. Anda akan merasakan seolah-olah semua driver lupa bahwa mobil mereka punya rem. Semuanya ngebut dan tidak mau mengalah, baik laki-laki maupun perempuan. Pemandangan nyaris ‘bersentuhan’ disertai bunyi derit rem para mobil, menjadi terlalu sering. Cekcok dan marah-marah ala Mesir menjadi sangat biasa. Ala mesir karena mereka saling berteriak dengan suara keras, mengangkat-angkat tangannya seperti sedang berdoa sambil memasang wajah keras. Rasanya kalau di Indonesia sudah akan berantem, namun di Mesir, akhir dari drama itu adalah kembali ke belakang setir, dan berlalu seperti tidak terjadi apa-apa. Dan kembali ngebut seperti sebelumnya.

Maka saya menyimpulkan, dibanding asuransi mobil, sepertinya masyarakat Mesir lebih memerlukan asuransi jantung. Mobil mereka penyok mereka bisa beli lagi di pasar mobil. Namun seharian di jalan, memungkinkan 3-4 kali bersitegang, dan mereka menggunakan mobil setiap hari, maka mungkin jantung mereka tidak akan lebih lama dari usia normal manusia. Pengennya mobilan, eh malah jantungan hehe.

Selasa, 13 November 2012

Hari Pahlawan #Kepahlawanan Sosial


Mencari sosok pahlawan menjadi hal yang hampir mustahil hari ini. Namun jejak mereka masih ramai kita jumpai. Kerelawanan adalah semangat yang terwariskan dari karakter para pejuang di negara ini. Hari ini, Kami mengajak untuk mewarisi semangat dari karakter tersebut. Bersama-sama mewujudkan sikap kepahlawanan. Dan kita bisa memulainya dengan Kepahlawanan Sosial...

Antusias 1000 relawan bergabung dari berbagai segmen masyarakat. Pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, dan kelompok pemuda semua berhimpun
Bergaya adalah kewajiban untuk saling menyemangati. Bahkan Ibu-ibu pun merasa kembali muda utk berpartisipasi membersihkan kawasan umum sepanjang bahu jalan di wilayah lebak bulus
Kolaborasi dengan petugas kebersihan. Kapan terakhir kali kita memberikan kepedulian kepada sosok 'orange' yang selalu setia menyediakan diri agar kita bisa menikmati kota yang bersih dan nyaman...?
Kepahlawanan adalah action... action... dan action... totalitas dalam perjuangan

Rabu, 03 Oktober 2012

SHELTER PASIEN


Mari membayangkan betapa berat beban seorang mustahik yang menderita penyakit degeneratif. Mereka berasal dari daerah, dan dirujuk ke RS. Cipto Mangunkusumo di Ibu Kota. Biaya ke Ibu kota seadanya, terkadang harus berhutang. Sesampai di RSCM, diperiksa dan dinyatakan harus operasi. Karena kamar penuh, mereka di jadual satu atau dua pekan kemudian. Inilah kondisi dilematis yang dihadapi mustahik. Pulang ke kampung karena jadual yang masih lama, akan menguras persediaan biaya yang memang sudah kurang. Namun, menunggu tidak membuat mereka menjadi lebih irit. Mereka harus menyewa kamar petakan di sekitar RSCM seharga 700 – 800 ribu perbulan. Bisa dibayangkan beban biaya yang harus ditanggung, jika ditambahkan biaya hidup untuk satu atau dua pekan. Inilah hal-hal yang membuat orang miskin lebih takut sakit dibandingkan kematian. Ibarat pepatah, mereka sudah jatuh, masih lagi tertimpa tangga.

Menyikapi hal tersebut, Dompet Dhuafa mendesain satu program yang diberi nama Shelter Pasien. Program ini menyediakan rumah sebagai tempat transit pasien dan keluarganya secara gratis. Rumah yang dirawat kebersihan dan kenyamanannya, juga memberikan subsidi makanan 3 kali sehari. Selain itu, diselenggarakan juga pembinaan keagaamaan yang menguatkan para pasien dan keluarganya akan cobaan yang sedang mereka alami. Mekanisme program ini dibuat agar mampu menjadi solusi bagi pasien transit menunggu masa berobat mereka tiba.

Program Shelter Pasien saat ini terletak di belakang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), di jalan Kimia Gang Apiun Rt.0011/01 No.32 C Kel.Pegangsaan, Kec.Menteng, Jakarta Pusat. Dengan daya tampung 7 kamar, rumah kontrakkan itu dapat memuat sampai 10 pasien, dimana kelebihan pasiennya di tampung di ruang tamu shelter. Program ini dilakukan sejak tahun 2011, dibawah pemantauan LPM Dompet Dhuafa.

Syarat penghuni shleter pasien adalah pasien memiliki Jamkesmas/Jamkesda/Gakin, sedang proses pengobatan di RSCM, memiliki keluarga yang akan mengurus dan mendampingi pasien, tidak sedang mengontrak di sekitar Shelter, rekomendasi dari Jejaring dan Mitra Dompet Dhuafa dan bersedia mengikuti tata tertib Shelter.

Sampai saat ini sudah terdaftar 190 pasien yang pernah menempati shelter pasien. 190 pasien tersebut berasal dari 13 provinsi di Indonesia, mulai dari Sumatera Barat sampai Maluku Utara. Dengan berbagai macam penyakit, seperti berbagai jenis penyakit kanker, tumor, jantung, ginjal sampai lupus pun ada di shleter. Nah... buat anda yang ingin mengasa jiwa dan membersihkan harta, jangan terlewatkan kesempatan ini... Allahu'alam

Jumat, 28 September 2012

Karena Aku Mencitaimu...


Ya Rasulullah, apapun kata mereka tentangmu, tak akan menurunkan kemuliaanmu dihadapanku.. Semoga Allah musnahkan mereka yang mencacimu, atau biarlah Allah SWT melahirkan dari mereka generasi baru yang mencintaimu sebagaimana kami mencintaimu atau lebih... Amin!

Ini Tulisan Ust. Rahmat Abdullah Allah Yarham...,


Apa yang Tuan pikirkan tentang seorang laki-laki berperangai amat mulia, yang lahir dan dibesarkan di celah-celah kematian demi kematian orang-orang yang amat mengasihinya? Lahir dari rahim sejarah, ketika tak ada seorangpun mampu mengguratkan kepribadian selain kepribadiannya sendiri. Ia produk ta'dib Rabbani (didikan Tuhan) yang menantang mentari dalam panasnya dan menggetarkan jutaan bibir dengan sebutan namanya, saat muaddzin mengumandangkan adzan.

Di rumahnya tak dijumpai perabot mahal. Ia makan di lantai seperti budak, padahal raja-raja dunia iri terhadap kekokohan struktrur masyarakat dan kesetiaan pengikutnya. Tak seorang pembantunya pun mengeluh pernah dipukul atau dikejutkan oleh pukulannya terhadap benda-benda di rumah. Dalam kesibukannya ia masih bertandang ke rumah puteri dan menantu tercintanya, Fathimah Az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib.

Fathimah merasakan kasih sayangnya tanpa membuatnya menjadi manja dan hilang kemandirian. Saat bani Makhzum memintanya membatalkan eksekusi atas jinayah seorang perempuan bangsawan, ia menegaskan: "Sesungguhnya yang membuat binasa orang-orang sebelum kamu ialah, apabila seorang bangsawan mencuri kamu biarkan dia dan apabila yang mencuri itu rakyat jelata mereka tegakkan hukum atas-nya. Demi Allah, seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, maka Muhammad tetap akan memotong tangannya."

Hari-harinya penuh kerja dan intaian bahaya. Tapi tak menghalanginya untuk (lebih dari satu dua kali) berlomba jalan dengan Humaira, sebutan kesayangan yang ia berikan untuk Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq. Lambang kecintaan, paduan kecerdasan dan pesona diri dijalin dengan hormat dan kasih kepada Ash-Shiddiq, sesuai dengan namanya "si Benar". Suatu kewajaran yang menakjubkan ketika dalam sibuknya ia masih menyempatkan memerah susu domba atau menambal pakaian yang koyak. Setiap kali para shahabat atau keluarganya memanggil ia menjawab: "Labbaik". Dialah yang terbaik dengan prestasi besar di luar rumah, namun tetap prima dalam status dan kualitasnya sebagai "orang rumah".

Di bawah pimpinannya, laki-laki menemukan jati dirinya sebagai laki-laki dan pada saat yang sama perempuan mendapatkan kedudukan amat mulia."Sebaik-baik kamu ialah yang terbaik terhadap keluarganya dan akulah orang yang terbaik diantara kamu terhadap keluargaku." "Tak akan memuliakan perempuan kecuali seorang mulia dan tak akan menghina perempuan kecuali seorang hina," demikian pesannya.

Di sela 27 kali pertempuran yang digelutinya langsung (ghazwah) atau di panglimai shahabatnya (sariyah) sebanyak 35 kali, ia masih sempat mengajar Al-Qur'an, sunnah, hukum, peradilan, kepemimpinan, menerima delegasi asing, mendidik kerumahtanggaan bahkan hubungan yang paling khusus dalam keluarga tanpa kehilangan adab dan wibawa. Padahal, masa antara dua pertempuran itu tak lebih dari 1,7 bulan.

Setiap kisah yang dicatat dalam hari-harinya selalu bernilai sejarah. Suatu hari datanglah ke masjid seorang Arab gunung yang belum mengerti adab di masjid. Tiba-tiba ia kencing di lantai masjid yang berbahan pasir. Para shahabat sangat murka dan hampir saja memukulnya. Sabdanya kepada mereka: "Jangan. Biarkan ia menyelesaikan hajatnya." Sang Badui terkagum. Ia mengangkat tangannya, "Ya Allah, kasihilah aku dan Muhammad. Jangan kasihi seorangpun bersama kami." Dengan senyum ditegurnya Badui tadi agar jangan mempersempit rahmat Allah.

Ia kerap bercengkerama dengan para shahabatnya, bergaul dekat, bermain dengan anak-anak, bahkan memangku balita mereka di pangkuannya. Ia terima undangan mereka; yang merdeka, budak laki-laki atau budak perempuan, serta kamu miskin. Ia jenguk rakyat yang sakit di ujung Madinah. Ia terima permohonan ma'af orang.

Ia selalu lebih dulu memulai salam dan menjabat tangan siapa yang menjumpainya dan tak pernah menarik tangan itu sebelum shahabat tersebut yang menariknya. Tak pernah menjulurkan kaki di tengah shahabatnya hingga menyempitkan ruang bagi mereka. Ia muliakan siapa yang datang, kadang dengan membentangkan bajunya. Bahkan ia berikan alas duduknya dan dengan sungguh-sungguh. Ia panggil mereka dengan nama yang paling mereka sukai. Ia beri mereka kuniyah (sebutan bapak atau ibu si Fulan). Tak pernah ia memotong pembicaraan orang, kecuali sudah berlebihan. Apabila seseorang mendekatinya saat ia sholat, ia cepat selesaikan sholatnya dan segera bertanya apa yang diinginkan orang itu.

Pada suatu hari dalam perkemahan tempur ia berkata: "Seandainya ada seorang shalih mau mengawalku malam ini." Dengan kesadaran dan cinta, beberapa shahabat mengawal kemahnya. Di tengah malam terdengar suara gaduh yang mencurigakan. Para shahabat bergegas ke arah sumber suara. Ternyata Ia telah ada di sana mendahului mereka, tegak di atas kuda tanpa pelana. "Tenang, hanya angin gurun," hiburnya. Nyatalah bahwa keinginan ada pengawal itu bukan karena ketakutan atau pemanjaan diri, tetapi pendidikan disiplin dan loyalitas. Ummul Mukminin Aisyah Ra. Berkata : "Rasulullah SAW wafat tanpa meninggalkan makanan apapun yang dimakan makhluk hidup, selain setengah ikat gandum di penyimpananku. Saat ruhnya dijemput, baju besinya masih digadaikan kepada seorang Yahudi untuk harga 30 gantang gandum."

Sungguh ia berangkat haji dengan kendaraan yang sangat sederhana dan pakaian tak lebih dari 4 dirham, seraya berkata,"Ya Allah, jadikanlah ini haji yang tak mengandung riya dan sum'ah." Pada kemenangan besar saat Makkah ditaklukkan, dengan sejumlah besar pasukan muslimin, ia menundukkan kepala, nyaris menyentuh punggung untanya sambil selalu mengulang-ulang tasbih, tahmid dan istighfar. Ia tidak mabuk kemenangan.

Betapapun sulitnya mencari batas bentangan samudera kemuliaan ini, namun beberapa kalimat ini membuat kita pantas menyesal tidak mencintainya atau tak menggerakkan bibir mengucapkan shalawat atasnya: "Semua nabi mendapatkan hak untuk mengangkat do'a yang takkan ditolak dan aku menyimpannya untuk ummatku kelak di padang Mahsyar nanti."

Ketika masyarakat Thaif menolak dan menghinakannya, malaikat penjaga bukit menawarkan untuk menghimpit mereka dengan bukit. Ia menolak, "Kalau tidak mereka, aku berharap keturunan dari sulbi mereka kelak akan menerima da'wah ini, mengabdi kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun."

Mungkin dua kata kunci ini menjadi gambaran kebesaran jiwanya. Pertama, Allah, Sumber kekuatan yang Maha dahsyat, kepada-Nya ia begitu refleks menumpahkan semua keluhannya. Ini membuatnya amat tabah menerima segala resiko perjuangan; kerabat yang menjauh, shahabat yang membenci, dan khalayak yang mengusirnya dari negeri tercinta. Kedua, Ummati, hamparan akal, nafsu dan perilaku yang menantang untuk dibongkar, dipasang, diperbaiki, ditingkatkan dan diukirnya.

Ya, Ummati, tak cukupkah semua keutamaan ini menggetarkan hatimu dengan cinta, menggerakkan tubuhmu dengan sunnah dan uswah serta mulutmu dengan ucapan shalawat? Allah tidak mencukupkan pernyataan-Nya bahwa Ia dan para malaikat bershalawat atasnya (QS 33:56 ), justru Ia nyatakan dengan begitu "vulgar" perintah tersebut, "Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah atasnya dan bersalamlah dengan sebenar-benar salam."

Allahumma shalli 'alaihi wa'ala aalih !

Sabtu, 15 September 2012

Kami Anak Rohis Bukan Teroris


Sy sebarkan yg dituliskan Anak Rohis:

Kami Anak ROHIS bukan TERORIS!!!

Kami anak ROHIS. Akidah kami bersih terhadap hal-hal yang bersifat magis. Baik itu jimat, wapak, jirim, ataupun keris apalagi penggaris. Pedoman hidup kami adalah Al Qur'an dan Al Hadits. Kami bukan kalangan alkoholis. Boro-boro untuk beralkohol ria, untuk uang jajan pun kami masih mengemis.

Kami anak ROHIS. Ada seorang nenek bernama Sydney Jones yang menuduh kami radikalis. Padahal kami hanyalah sekumpulan aktivis. Tentunya aktivis Islam bukannya aktivis secularis, pluralis, liberalis, apalagi satanis. Kami hanya dapat berharap mudah-mudahan masyarakat tidak termakan isu tersebut yang buat kami menjadi miris.

Kami anak ROHIS. Murobbi kami selalu bercerita bahwa kami adalah pewaris. Pewaris risalah para nabi dan Rosul dari zaman nabi Adam sampai sayyiduna Muhammad SAW Al-Quraisy. Untuk itulah kami dididik menjadi pemuda yang loyalis. Loyalis kepada Allah dan Rosul-Nya serta berlepas dari paham-paham yang tidak Islamis.

Kami anak ROHIS. Bukanlah segerombolan selebritis. Yang kerjaannya update status di jagad virtual agar dibilang eksis. Yang cuman bisa basa-basi kebaikan share pilu, nestapa, atau apa saja hal-hal yang berbau melankolis. Buat kami yang terpenting adalah aksi nyata bukan bualan besar yang manis serta bombastis.

Kami anak ROHIS. Tongkrongan kami jauh dari kafe, mal, bar, diskotik ataupun di halte bis. Biasanya kami paling suka duduk di masjid atau juga di majelis-majelis. Kami selalu menjaga diri kami dari hal-hal yang bersifat najis. Baik najis jasmani ataupun psikis.

Kami anak ROHIS. Kami diajarkan untuk dapat bersifat altruis. Dan membuang jauh-jauh sifat egois. Kami juga diajarkan untuk menjadi golongan yang mukhlis. Tidak mengharapkan imbalan dari manusia yang sifatnya materialis. Walaupun kadang kali uang jajan kami menjadi habis. Tapi, tak apalah yang penting balasan dari Allah berupa surga lengkap dengan para bidadari’s.

Salam

Hehe..:) Salam Rohis yg selalu manis baik kala hujan badai maupun gerimis. Pliss ah jgn tuduh kami teroris.

Selasa, 13 Maret 2012

Respon Taufan Wushi di Philippine

Tgl 16 Desember 2011 adalah waktu yg tidak terlupakan bagi masyarakat Cagayan De Oro, Phillipine. Keterkejutan akibat munculnya air dilantai rumah mereka, pada waktu yang tidak biasanya, dengan cepat berubah menjadi kepanikan. Rumah mereka, meskipun berada di tepi aliran sungai, namun bukanlah kawasan yg sering tergenang air, bahkan saat sungai membawa debit air tertingginya.

Namun malam itu berbeda. Lamat2 keheningannya berubah. Teriakan2 putus asa menggantinya dari seluruh sudut kampung. Gemuruh arus air mengantarkan getaran seolah bumi terbelah. Lalu Ayah lupa kepada keluarganya, ibu lupa dengan anak2nya, dan anak2 hanya mampu teriak2 histeris utk kemudian hilang tertelan gelombang air raksasa. "Saya panik, air naik dengan cepat, dan perlahan semakin kencang menabrak setiap bagian rumah. Lalu sy teriak membangunkan keluarga, namun air menyeret saya, membuat sy lupa kecuali utk bertahan agar tidak tergulung arus. Sy pingsan. Dan ketika sadar sy tersangkut dahan pohon besar bersama berbagai sampah dan mayat. Saya beruntung, hanya memar dan luka-luka. Namun sy sangat sedih, sampai kini sy belum tau nasib keluarga saya", ujar Jerico (43 thn) dengan mata berkaca-kaca. Ia termasuk satu dari ribuan korban di kampung Kala-Kala, Desa Makasanding, Propinsi Cagayan De Oro. “Satu jam malam itu, adalah satu jam terlama dalam hidup saya, ujarnya.

Kini, lebih dari tiga bulan setelah Tufan Sendong memporak-porandakan kawasan Cagayan dan Iligan di Philippina. Belum banyak perubahan berarti, baik terhadap korban, maupun kawasan. Namun, perlahan2 mereka berusaha melupakan mimpi buruk itu. Meskipun selama tiga bulan ini mereka masih harus hidup di tenda, namun ada harapan mendapatkan kawasan baru dengan rumah2 yg sedang dibangun oleh pemerintah utk mereka para korban. "Semoga dapat rampung dalam waktu cepat", ujar Jerico.

Dompet Dhuafa, untuk kedua kalinya mengirim tim kemanusiaan ke Cagayan dan Iligan pada 21-27 Feb lalu. Sebulan sebelumnya, Dompet Dhuafa menurunkan tim utk membantu masyarakat melaksanakan beberapa program kemanusiaan, meringankan beban para korban, dan berusaha membangkitkan semangat masyarakat utk menghadapi realitas dan keluar dari kesedihan mereka. Kali kedua, Dompet Dhuafa melakukan proses monitoring pelaksanaan program relief dan melakukan perekrutan dan peningkatan kapasitas relawan lokal di kawasan bencana.

Pada mulanya, Dompet Dhuafa menyiapkan skenario program yg bersifat recovery-development, mengingat masa bencana yg sudah berlangsung sekitar sebulan. Asumsinya, setelah sebulan, tentu sudah banyak perubahan atas inisiatif pemerintah maupun masyarakat dalam merespon bencana tersebut. Akan tetapi kenyataan di lapangan berbeda. Suasana masih semraut, seolah bencana baru saja terjadi beberapa hari sebelumnya. Sangat kontras jika dibandingkan dengan kejadian bencana di Indonesia. Gempa di Padang Pariaman tahun 2010 misalnya, hanya perlu satu pekan, tumpukan reruntuhan sudah tertata, akses jalan terbuka, dan masyarakat mulai kembali pada dinamika rutin mereka.

Membangun Kesadaran Masyarakat

Tim yang dipimpin langsung oleh Arifin Purwakananta, Direktur Penghimpunan dan Komunikasi Dompet Dhuafa, akhirnya melakukan penilaian dasar untuk menetapkan program yang akan dilaksanakan. Tahap program pun mundur menjadi program respon emergency. Masyarakat masih memerlukan pendampingan untuk keluar dari atmosfer bencana, dan mulai menata hidup mereka menjadi normal.

Berdasarkan hasil penilaian lapangan, Dompet Dhuafa melaksanakan beberapa kegiatan. Tumpukan lumpur dan sampah kayu yang berserakan direspon dengan membangkitkan semangat masyarakat agar membersihkan lingkungannya. “Jika besok anda terbangun, dan tidak ada lagi tumpukan lumpur, dan jalan di depan rumah anda bersih, apakah anda akan merasa lebih sehat?”, Tanya Bambang Suherman, GM Relief kepada kelompok masyarakat yang dijawab dengan senyum. Semangat masyarakat yang tumbuh tersebut direspon Dompet Dhuafa dengan menyediakan peralatan kebersihan seperti sekop, pacul, gergaji, sikat, sapu, gerobak angkut, dan lain-lain dalam jumlah banyak.

Selain itu, setelah diperhatikan, lambannya penanganan kebersihan lingkungan masyarakat juga disebabkan tidak tersedianya sumber air yang memadai. Masyarakat selama ini terbiasa dengan pola distribusi ala PDAM di Indonesia. Dalam satu Baranggay (nama untuk desa), sekian banyak orang, hanya satu orang yang mengerti teknis menggali sumur Pompa Air Manual, Sang Imam Mesjid. Al hasil, Dompet Dhuafa berhasil membangun dua sumber air, dan menjadi sumber air bersih pertama yang dimanfaatkan masyarakat Upperhinoplanon Baranggay di Iligan, dua bulan pasca bencana.

Sekolah Sementara, Ide baru yang segar

Dompet Dhuafa juga menurunkan program pendidikan berupa pendirian Sekolah Sementara di Santiago Baranggay, Iligan. Ide sekolah sementara ini juga menjadi ide baru dalam wacana penanganan bencana di Philippine. Semua pihak sekolah berfikir mencari dana untuk membangun sekolah permanen menggantikan bangunan yang rusak, dan itu memerlukan waktu paling cepat enam bulan. Namun tidak ada yang menjawab ketika tim Dompet Dhuafa menanyakan kegiatan antara selama menunggu sekolah siap. Maka ide Sekolah Sementara bergulir menjadi ide baru dalam pengelolaan pendidikan pasca bencana.

Selain itu, Dompet Dhuafa juga memperkenalkan model ‘sun school’. Kasusnya terjadi di SMU Santiago, Sekolah terendam lumpur setinggi dada orang dewasa. Sebagian besar siswanya menjadi korban bencana dan harus mengungsi ke Shelter pengungsian. Masalah muncul pada jarak antara pengungsian dengan sekolah. Pihak sekolah mengembangkan program fee for transport dan meal for school. Program tersebut dipaparkan ketika tim Dompet Dhuafa melakukan kunjungan ke sekolah tersebut. Ketika ditanyakan berapa banyak sumber daya yang harus disiapkan untuk program tersebut, Miss Anne, representative sekolah tersebut tidak bisa menjelaskan. Lalu Dompet Dhuafa menjelaskan ide program ‘sun school’. Sekolah sementara didirikan di central antara beberapa pengungsian yang berjarak dekat. Lalu guru dari sekolah induk yang jauh dikirimkan untuk mengelola kelas sekolah sementara tersebut. Dengan demikian, kendala jarak dapat di atasi dengan pengerahan sumber daya yang tidak besar.

Kedua ide program recovery pendidikan tersebut, disampaikan Bambang Suherman dalam rapat koordinasi antar pihak oleh Departemen Pendidikan Propinsi Iligan. Ide tersebut mendapatkan sambutan dari berbagai pihak di rapat tersebut. “We hope this program can solve the problem of the students while waiting for their new school building”, Ujar Bambang.

Menurut beberapa peserta rapat, ide program Dompet Dhuafa menjadi lebih relevan dibahas. Sebelumnya, sepanjang rapat, diskusi berjalan seputar masalah distribusi bantuan seragam. Sebagian sekolah mendapat bantuan berlebih, sementara yang lain kurang. Baru saat Dompet Dhuafa mendapat kesempatan berbicara, diskusi mulai beralih ke hal-hal yang lebih strategis. Berapa banyak pengehematan biaya cash for transport, berapa lama menunggu proses bangunan permanen, dan lain-lain.

Iligan Foodbank

Dinamika korban bencana yang pragmatis, menuntut penilaian yang mendalam. Seringkali hasilnya membuat kita tersentak dan terkejut. Secara umum, persepsi tentang Islam dan Muslimin sangat ‘miring’di Iligan, Philippine. Sebagian warga di Upperhinaplanon menjelaskan perlakuan diskriminatif dalam distribusi bantuan karena mereka muslim. Hal tersebut membuat Tim Dompet Dhuafa merancang model lain dalam mendistribusikan bantuan logistic pangan.

Idenya datang dari Arifin Purwakananta, untuk melibatkan pihak ketiga dalam distribusi bantuan pangan, sekaligus mengelolanya menjadi program jangka menengah. Lalu dibuatlah model Foodbank. Program ini adalah distribusi beras kepada korban. Dilaksanakan oleh kelompok relawan yang tidak berasal dari desa korban. Relawan tersebut juga mengelola penghimpunan donasi agar beras tersebut senantiasa tetap atau bertambah jumlahnya. Dengan model Iligan Foodbank, direkrutlah beberapa mahasiswa tingkat akhir MSU-IIT Iligan. Dengan training singkat satu malam, maka tim ini siap mengelola program. Alhamdulillah, sampai saat ini, tiga bulan setelah bencana, tim tersebut masih terus berjalan.

Hal-hal tersebut di ataslah yang dimonitor dan dievaluasi oleh tim Dompet Dhuafa yang diberangkatkan pada Februari 2012. Banyak hal yang berubah, namun secara umum, kondisi masih mirip seperti kedatangan pertama. Jembatan masih putus, suasana rumah-rumah penduduk belum sepenuhnya bersih, namun jalan-jalan sudah lebih lapang dan mudah dilalui. Bagaimanapun, menjadi kewajiban Dompet Dhuafa untuk membagi pengelaman dalam medan pengelolaan kebencanaan. Konsep respon tidak mengelompokan bencana lokal dan internasional. Melainkan meletakkan kemampuan dan ketersediaan sumber daya agar selalu dapat mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan. Dompet Dhuafa tentu berharap agar mimpi buruk Jericho tidak perlu berlangsung lebih lama, karena kelemahan respon para pihak yang bertanggung jawab. Dan tentu saja ucapan terima kasih kepada para donator atas kepercayaan yang diberikan kepada Dompet Dhuafa. Semoga tetap amanah dan semakin professional.-Beng