Kamis, 15 Juli 2010

Realitas Gaza


4 orang relawan kemanusiaan DD berhasil masuk Gaza bersama 5 orang relawan MerC. Sementara beberapa orang relawan lain tertahan di emigrasi karena kurang kelengkapan adminstrasi.
Hari pertama masuk Gaza, tim kemanusiaan DD disambut oleh Abu Mushaf. Beliau adalah salah satu petugas di gerbang perbatasan wilayah Gaza. Dari gerbang perbatasan tersebut masing-masing tim ditemani oleh petugas yang telah disiapkan oleh pihak Gaza. Tim DD langsung dikawal oleh Abu Mushab, sementara MerC di kawal oleh Abu Bilal.

Dari bandara, tim DD bergerak ke rumah Abu Mushab yang masih terletak di wilayah Rafah, Gaza. Perjalanan dari gerbang perbatasan hanya membutuhkan waktu 15 menit.
Selama perjalanan, sy memperhatikan dinamika umum kehidupan masyarakat wilayah Rafah. sepintas terlihat normal. Jalanan, meskipun tidak padat, namun tidak sedikit kendaraan yg melintas. Bahkan di depan kendaraan kami, satu truk kontainer melaju. Sy berfikir, bahwa suplai keperluan hidup seharusnya cukup dengan adanya armada kontainer yg mampu mengangkut barang dalam jumlah besar.


Tak berapa lama, kami bertemu perempatan jalan. Sambil berbelok ke kanan, sy sempat memperhatikan bahwa di sebelah kanan jalan terdapat bangunan besar model gudang dgn tumpukan karung berisi beras. Itu berarti terdapat stock pangan di wilayah Rafah, Gaza ini. Di seberang jalan, nampak seorang perempuan Gaza menggandeng 4 org anak kecil melangkah tenang menyeberangi jalan. Kemudian searah dengan arah kami, sy jumpai tokoh buah dengan ragam jenis buah yg didagangkan, dan stasiun pengisian bahan bakar dengan 3 mobil sedang mengantri utk diisi. Meskipun suasan kota Rafah, Gaza ini terlihat lengang, namun kesan umumnya adalah normal.

Sesampai di rumah Abu Mushaf, sy memperhatikan beberapa anak-anak kecil bermain. Keriangan wajah mereka tdk berkurang. Dan tidak tampak tekanan dan ketakutan, meskipun wilayah mereka adalah wilayah yang mengalami blokade dari Israel dan pembatasan oleh Mesir.

Di depan rumah Abu Bilal terhampar kebun tomat yang baru saja ditanami. Tinggi tanaman yang baru mencapai 15 cm terhampar di atas lahan seluas sekitar 3 lapangan bola. Artinya masyarakat Rafah, Gaza ini mensuplai beberapa kebutuhan pangannya dari usaha pertanian. Hal tersebut ditegaskan oleh Abu Mushaf, bahwa bahan pangan mereka didapatkan dari pertanian, tidak disuplai dari luar, baik oleh Israel maupun Mesir.

Setelah tiba tim DD berdiskusi utk menggali informasi lebih dalam tentang situasi dan keperluan untuk menunjang kehidupan di Gaza. Bergabung bersama kami seorang pemuda Gaza bernama Rafat dengan bahasa Inggris yg sangat baik. Dia adalah mahasiswa teknik mesin tingkat 5 univ terbuka Gaza. Dari Rafat kami mendapat penjelasan tentang geografi kota Gaza secara umum dan dinamika di dalamnya.

Menurut Rafat, masyarakat Gaza di Rafah ini memiliki semangat juang yg tinggi. Mereka tidak menyerah dgn blokade yg dilakukan oleh Israel. Mereka juga tidak takut dengan suasana perang. "Sekarang jauh lebih tenang. Setahun lalu, suara mortir dan ledakan roket sama sekali tdk mengurangi kenormalan hidup masyarakt rafah, Gaza", demikian jelas Rafat. "Itu memang dunia kami, sampai kami berhasil mengalahkan Yahud", tambahnya.

Saya menanyakan dinamika ekonomi kota Rafah, Gaza. Menurut Rafat normal. Selain wilayah Jabaliyah, wilayah lain di Gaza berjalan relatif normal. Perdagangan berjalan, toko2 banyak dijumpai dan pasar tetap ramai oleh pedagang dan pembeli. Sesekali memang terjadi kelangkaan stok keperluan, tapi tidak membuat masyarakt resah.

Kami menikmati percakapan di rumah Abu Mushaf. Rafat memperkenalkan kami bahwa Abu Mushaf adalah salah satu panglima dalam pasukan perlawanan terhadap Yahudi di Gaza. Rafat menerangkan penjelasan Abu Mushaf kepada kami, "selamat datang, ini rumah saya. Silahkan anda nikmati sebagaimana rumah anda sendiri. Jangan sungkan jika membutuhkan sesuatu. Insya Allah kami akan memenuhinya. Anda semua adalah tamu kami, dan kami wajib dihadapan Allah memuliakan anda semuanya", ujar Abu Mushaf yg diterjemahkan oleh Rafat.

Menurut Rafat, Abu mushaf memilki 6 orang anak. Dan yg membuat tim langsung antusias adalah bahwa 6 orang anak tersebut berasal dari dua Ibu. Namun penjelasan Abu Mushab memberikan makna lain dalam benak kami tentang 2 istri. "Yahudi banyak sekali membunuh anak2 kami", ujar Abu Mushab sambil menggerakkan tangannya menyilang di leher. "Kami harus memilki jumlah pasukan yang banyak dan kuat. Dan anak-anak bagi kami adalah pasukan yg berhak menuntut masa anak-anaknya dikembalikan oleh Yahudi. Karena itu saya menikah 2 kali untuk perjuangan ini", tandasnya.

Sampai malam menjelang, kami menikmati Gaza di kota Rafah ini dengan tenang. Tapi kami bisa merasakan gejolak yg berkobar di dalam setiap jiwa mereka. Saya sadar, senormal apapun dinamika yg terlihat, Gaza tetap wilayah perang. Dan kedatangan kami, saya harap mampu membawa semangat dukungan terhadap perjuangan mereka. Paling tidak mereka tahu, muslim dan masyarakt Indonesia yang tidak setuju dengan penindasan dan penjajahan, berpihak pada mereka. "Tetap berjuang saudaraku, banyak pihak mendukungmu!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar