Kamis, 08 Juli 2010

Siapa Penguasa Gerbang Rafah?


KAIRO (8/7)—Sudah tiga hari tim Dompet Dhuafa di Mesir. Sampai saat ini masih menunggu perijinan dari State security Mesir. Penantian ini diiringi dengan perasaan resah, karena kewenangan perijinan, sepenuhnya di tangan Pemerintah Mesir. Meskipun media memuat informasi pembukaan gerbang Rafah, namun hal tersebut tidak berarti melewatinya akan mudah. Bahkan bisa dikatakan, tidak ada yang berubah.

Senin 5 juli, tim Dompet Dhuafa Republika mendarat di Kairo, Mesir. Hari itu juga tim menghadap ke KBRI. Pertama kali kami diterima oleh Atase Pendidikan, Prof. DR. Sangidu M.Hum. Sebagai pengantar, beberapa kisah pengajuan perijinan masuk Gaza diceritakan. Termasuk yang masih hangat saat itu adalah rombongan Parlemen Indonesia yang berhasil menyampaikan bantuan langsung atas nama Indonesia ke Gaza.
Setelah itu kami langsung diarahkan menghadap Duta Besar Indonesia untuk Mesir, A.M. Fachir. Dengan Ramah, Dubes menerima dan menjelaskan beberapa hal terkait agenda yang akan tim lakukan. Menurut Dubes, KBRI akan selalu terbuka menerima dan memfasilitasi setiap permohonan ijin masuk ke Gaza. Bahkan KBRI senantiasa aktif membangun komunikasi dengan stakeholder kunci antara lain, pihak Kemenlu Mesir, Dubes Mesir untuk Indonesia, Badan State Scurity (disingkat SS, semacam BIN di Indonesia) selaku pengambil keputusan tertinggi di bawah presiden Mesir, Dubes Palestina untuk Mesir, dan tokoh-tokoh penting lainnya, dalam rangka menyamakan persepsi tentang Indonesia dan dukungannya kepada Palestina.

“Kami tidak akan pernah menjadi bottle necking, apapun permintaannya akan kami teruskan. KBRI tidak pernah berhenti komunikasi, baik formal maupun informal dengan semua pihak untuk memudahkan proses perijinan tersebut. Hal tersebut seringkali diartikan bahwa KBRI lah yang memiliki kewenangan”, tutur Pak Fachri. “Akan tetapi, tanggapannya seperti apa, sangat tergantung kepada Mesir yang memiliki kewenangan”, demikian ujar Beliau menambahkan.

Dubes RI menjelaskan bahwa Posisi KBRI adalah sebagai fasilitator. Ketika pengajuan perijinan penyaluran bantuan masuk ke Gaza diajukan, maka KBRI akan meneruskan ke Kemenlu Mesir. Selanjutnya dari Kemenlu akan diteruskan ke State Security (SS) Mesir. Di pihak SS inilah keputusan ditetapkan, apakah ijin dikeluarkan atau tidak. Dan hal tersebut menjadi kewenangan penuh SS dengan pegangan UU Subversif yang menaunginya. “Bahkan kita tidak bisa mempertanyakan sampai dimana prosesnya, dan berapa lama waktu hingga ijin tersebut dikeluarkan”, kata Pak Fachri menjelaskan.
Informasi yang diberikan pihak KBRI memberikan gambaran kepada tim DD, bahwa fungsi KBRI sebatas hanya memfasilitasi komunikasi diplomatik tanpa memiliki kemampuan menekan. Meskipun di awal pihak Dubes sudah menekankan akan memberikan dukungan penuh, namun dengan tidak adanya kemampuan memantau kejelasan waktu pengurusan ijin dari pihak Mesir dan kewenangan penuh SS, maka tidak ada yang bisa memastikan apakah ijin akan keluar atau tidak.

Beberapa pengalaman sebelumnya membuktikan hal tersebut. Ada ijin yang dikeluarkan hanya dalam semalam dan tiga hari. Namun ada juga yang selama hitungan bulan tidak keluar juga. Semua proses tersebut, baik yang ijinnya di keluarkan maupun yang tidak, tidak pernah diketahui argumentasinya. Hal tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan SS Mesir.

Tim yang menyadari hal tersebut, tentu saja berharap dukungan do’a dari segenap masyarakat yang mendukung perjuangan kemanusiaan membebaskan masyarakat Gaza dari penjara besar Yahudi dan ketertutupan akses logistik. Semoga rencana Allah SWT memudahkan pembebasan tersebut, meski siapapun memaksakan untuk menutupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar